Rabu, 15 April 2009

PERSPEKTIF SERIKAT PEKERJA


Gerakan yang dikesankan radikal, bahwa selama ini sudah terbentuk sebuah image negatif atau kesan sangat sumbang tentang Serikat Pekerja, yaitu sebuah organisasi yang selalu memposisikan dirinya berseberangan dengan pihak Manajemen, kerap melakukan gerakan-gerakan yang bersifat radikal dalam bentuk aksi unjuk rasa, mogok kerja dan turun ke jalan serta tidak pernah mau berkompromi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dikesankan pula bahwa Serikat pekerja hanyalah konsumsi bagi kalangan pekerja pabrik/manufaktur yang relative tingkat penghasilannya masih sangat rendah sehingga meraka benar-benar memerlukan suatu wadah untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraaannya.


Phoby terhadap Serikat Pekerja, celakanya, persepsi tersebut tidak hanya tumbuh dan berkembang di kalangan Pengusaha saja, melainkan juga di kalangan pekerja itu sendiri, sehingga muncul phoby terhadap Serikat Pekerja. Ia bukan saja dijauhkan bahkan sering kali ditentang keberadaannya karena dikhawatirkan akan menimbulkan banyak masalah yang dapat menganggu system produksi dalam skala mikro dan juga iklim usaha secara makro.
Upaya pengkerdilan, pengalaman telah membuktikan bahwa bagaimana Serikat Pekerja selama lebih dari tiga decade mendapat tekanan dan control yang sangat kuat dari pihak penguasa. Upaya-upaya untuk menghambat perkembangan bahkan mengkerdilkan Serikat Pekerja secara nyata terus dilakukan dengan memasukan orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya memegang tampuk pimpinan Serikat Pekerja yang nota bene adalah para petualang politik. Akibatnya Serikat Pekerja bukan saja tidak mampu mengakomodir dan memperjuangkan hak dan kepentingan para anggotanya, melainkan menjadi kendaraan politik bagi kelompok-kelompok tertentu yang kerap mengatasnamakan pekerja untuk kepentingan politiknya.


Konvensi ILO dan babak baru Serikat Pekerja, kini dengan perubahan iklim politik di era reformasi yang semakin mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan keterbukaan serta dengan diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi melalui Keppres No 83 tahun 1998 dan dikeluarkannya Permenaker No. 5 tahun 1998 yang mengatur tentang tata cara pendaftaran serikat pekerja serta sikap pemerintah yang jelas-jelas mendukung upaya tersebut, Serikat Pekerja memasuki babak baru yang dapat memberikan prospek pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik di masa depan.


Membangun kekuatan grass root, dengan nilai-nilai universal yaitu independensi dan demokrasi yang merupakan prinsip dasar Serikat Pekerja, maka serikat pekerja memiliki otonomi untuk menetukan arah dan nasibnya sendiri tanpa intervensi dari pihak manapun. Melalui azas demokrasi yang melekat dalam dirinya Serikat Pekerja diharapkan mampu membangun kekuatan yang bertumpu pada akar rumput (grass root) serta memilih pemimpinnya yang bebar-benar memiliki kredibilitas, integritas dan kapabilitas yang dapat diandalkan.


Azas legalitas, dengan telah diratifikasinya konvensi ILO tersebut, dan dengan telah disyahkannnya UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/serikat Buruh, maka tidak ada alasan bagi pihak perusahaan untuk menghalang-halangi apalagi melarang pekerja untuk mendirikan atau bergabung dalam wadah serikat pekerja. Demikian pula dengan para pekerjanya. Mereka tidak perlu takut-takut atau ragu lagi untuk bergabung mendirikan Serikat Pekerja mengingat sudah adanya jaminan secara yuridis formil. Dengan cara mendaftarkan serikat pekerjanya di Suku Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi dimana organisasi Serikat Pekerja tersebut berdomisili, maka Serikat Pekerja meiliki legalitas yang jelas dan kuat.


Mengubah image, persoalannya adalah tinggal bagaimana merubah image tersebut dengan membangun sebuah hubungan dialogis dan kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak perusahaan dan Serikat Pekerja guna menciptakan iklim kerja yang semakin kondusif bagi upaya peningkatan kinerja Perusahaan dan kesejahteraan pekerja melalui pola hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Pemberdayaan Serikat Pekerja, secara tegas Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) memiliki sebuah visi organisasi yaitu SPPI menjadi organisasi pekerja yang efektif dan professional dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota di dalam tatanan kehidupan masyarakat pekerja nasional dan internasional dengan semangat solidaritas, independent, demokrasi, kesatuan, tanggung jawab dan persamaan. Hal ini dilakukan dengan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan yang sudah sangat sering dilakukan guna memperluas wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang Serikat Pekerja, metode dan pola-pola perjuangan Serikat pekerja yang lebih menekankan aspek persuasif yakni peningkatan kemampuan bernegosiasi secara lebih konstruktif, sistematis dan professional